Rabu, 08 Maret 2017

,

Segel Hegel : Chapter 3


Sinar mentari mulai masuk lewat jendela sebuah kamar, sahutan burung-burung yang bernyanyi membawa suasana ketenangan, di dalam sebuah kamar, gambar-gambar tokoh kartun saling bejejer di dinding berwarna hijau melon yang seolah itu adalah galeri lukisan dan aroma mawar tercium di seluruh ruangan tersebut. Aku terbangun dan merasa sangat asing, bagaimana aku bisa berada di sebuah ruangan yang begitu hidup, kasur yang empuk, dan matahari yang bersinar melewati jendela, sudah lama sekali aku tidak merasakan hal ini, terakhir mungkin lebih dari 20 tahun yang lalu, bertahun-tahun sebelum terjadinya bencana itu. saat aku sedang mengembara dalam benakku tiba-tiba seseorang masuk kedalam ruangan itu.

 “Hei, kau akhirnya bangun juga, aku sudah menunggumu dari tadi pagi lo, cepatlah mandi dan kita segera berangkat” 

aku sama sekali tidak mengerti apa yang ia maksud, dia tiba-tiba merusak semua lamunanku dan mengatakan hal yang sama sekali tidak masuk akal bagiku, berangkat? Kemana? Dan dia mengajakku? Sudah lama aku hanya pergi mengembara mencari kehidupan yang layak seorang diri dan kini dia hadir disini untuk mengajakku pergi? 

“apa maksudmu? Apa aku kenal denganmu? Apakah aku telah membuat janji kepadamu sebelumnya?” 

Aku berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi disini, dia memperlihatkan wajah bengongnya, lalu dengan segera mengubahnya ke wajah yang begitu ceria, 

“sudahlah, jangan bercanda, cepatlah mandi atau kita akan terlambat.” 

Kurasa dia tidak sedang mempermainkanku, dia benar-benar tahu siapa diriku, tapi aku tidak dapat menemukan satupun memori yang dapat mengingatkanku tentang dia. Satu-satunya yang bisa kuingat adalah perjalanku kemarin dan bertemu dengan dua orang gadis, aku menoleh ke kanan dan kiri, mencoba mencari sesuatu yang kukenal, tapi aku tidak menemukan apapun, aku kemudian mencoba mengamati lagi dengan lebih seksama, aku memulainya dengan mengamati apa yang berada di ruangan ini, semua seperti sebuah kamar seorang anak muda, aku mulai bingung dan berfikir mencoba mengumpulkan informasi dalam otakku. 

“hei, kenapa kau malah bengong, hei, apa kau memperhatikanku?” 

 dia mulai maju dan menggoyang–goyang tubuhku, 

“ah ya, aku sadar ada kamu disitu, tapi aku sama sekali tak tahu siapa sebenarnya dirimu. Begini nak, maukah kau memberitahuku diamanakah aku? Dan apakah kau tahu dimana dua gadis yang bersamaku?”
“nak?? Kau mulai kacau, hentikan sandiwaramu itu, dan dua gadis apa? Apa kau menyelundupkan dua gadis ke kamarmu tadi malam? Katakan padaku”

dia sama sekali tidak mengerti apa yang aku maksud, dia selalu menjawab semua pertanyaanku seolah aku adalah temannya yang sedang bersandiwara, aku harus menjelaskan kepadanya bahwa aku lebih tua darinya dan menghentikan tingkahnya, 

“hei nak, begini, berhentilah main-main, aku disini membutuhkan informasi yang sangat penting”, aku memasang wajah yang serius agar dia menjadi semakin yakin, tapi dia malah menjawabnya dengan hal yang membuatku kaget,
“nak? Lagi lagi kau memanggilku itu, lihatlah dirimu, berkacalah, aku itu lebih tua darimu tahu, walau Cuma beberapa menit sih” 

dia berkata dengan ekspresi yang akan membuat orang langsung merasa kesal terhadapnya, tapi itu malah terjadi yang sebaliknya bagiku, aku penasaran dengan kata-katanya dan mencari cermin yang dapat kutemukan, aku bangkit dan berjalan mondar-mandir mencari cermin itu,
“hei, tingkahmu pagi ini sungguh aneh, apa yang kau cari? Tidak ada gadismu disini, itu Cuma mimpi, lupakan saja”
Mimpi? Tidak mungkin aku bermimpi tentang penderitaan yang begitu nyata, akhirnya aku berhasil menemukan sebuah cermin tepat dibalik pintu, dan apa yang kulihat tidak dapat kupercaya, tubuhku menyusut tepat seperti saat aku masih sekolah menengah dulu, dan ini begitu kerempeng, aku tidak mungkin mengalahkan tubuh diluar sana dengan tubuh yang seperti ini, 

”hei bisakah kau menjelaskan kepaku? Mengapa aku menjadi begitu muda dan kecil? Apa kau yang membuatku seperti ini?”

Dia mulai tampak serius, raut mukanya berubah, kurasa dia akhirnya menyerah karena aku telah mengetahui bahwa dia sedang menipuku, dia sudah tidak bisa berlagak menjadi temanku,
“kurasa kau memang aneh hari ini, dan itu bukanlah ekspresi yang dibuat-buat, tidak biasanya kau bisa bersandiwara sampai seperti ini, tenanglah, dan duduk disini 
(menunjuk kearah ranjang),” 

Jawabannya ternyata tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya, dia benar-benar tidak masuk akal, dia tidak bergeming setelah aku tahu apa yang sebenarnya terjadi, atau lebih tepatnya apa yang telah dia perbuat kepadaku. Dia malah melanjutkan perkataannya, 

”kau tunggu saja disini, aku akan segera kembali”
Aku sama sekali tidak mengerti, apa maksudya? Dan dia membiarkan begitu saja? Hanya menyuruhku menunggu? Sebaiknya aku tidak mempercayainya begitu saja, setelah dia mengetahui bahwa aku telah sadar dia pasti akan melakukan sesuatu, aku memutuskan untuk mengikutinya diam-diam. Dia berjalan menuruni tangga tepat di sebelah kiri kamar tadi, aku mengikutinya turun dan menemukan bahwa dia sedang berbicara dengan dua orang, aku tidak dapat mendengar apa yang mereka katakan, aku mulai mendekat dengan hati-hati, dan mencoba bersembunyi tepat di belakang sofa yang tepat membelakangi tangga. Tapi saat aku baru saja sampai di belakang sofa salah seorang diantara mereka memanggilku, 




“tidak usah bersembunyi dibelakang sofa, kemarilah, kami tidak ingin menyakitimu, kami hanya ingin berbicara kepadamu.”_
Aku ragu untuk keluar, apakah mereka tidak menipuku, aku merasa seperti masuk kedalam perangkap mereka, dan suara yang memanggilku mengulangi perkataannya tadi, aku tetap bersembunyi dan mulai berfikir mungkin inilah waktu yang tepat untuk pergi, aku sudah jelas tidak dapat melawan mereka dengan tubuh yang kecil ini, aku mulai mengambil ancang- ancang dan berlari kembali naik keatas melewati tangga yang sebelumnya, aku belum memikirkan langkah selanjutnya setelah aku sampai diatas, tapi baru beberapa anak tangga dia yang memanggilku tadi berhasil menghentikanku, aku tidak dapat menolak untuk memalingkan wajahku kepadanya, dia telah membuatku teringat akan sesuatu yang baru saja kulupakan, sesuatu yang sejak tadi menjadi misteri bagiku, itu semua karena salah satu lelaki yang lebih tua tadi menyebut tentang sesuatu yang sudah lama kutinggalkan, 

Ácer, Acer Aspire jangan pernah kau lari dari masalah, kembalilah kesini” 

 itulah yang di sebutnya, namaku, nama yang kutinggalkan karena aku tidak ingin orang lain menderita bila aku tetap memakai nama itu, nama yang diberikan kedua orang tuaku, aku kembali mengingatnya,… 

2 comments:

Jailani Ansera mengatakan...

keren ini, semangat terus dalam blog!!!

Erefef mengatakan...

terimakasih gan,lanjutkan juga